Sabtu, 11 Januari 2014

Harapan di Masa Depan

          Setiap manusia hidup pasti punya harapan. Karena harapan adalah suatu rencana atau planning yang akan kita wujudkan di masa yang akan datang. Hampir sama seperti impian harapan pun harus membutuhkan usaha dan juga doa agar dapat tercapai. Jika kita hidup memiliki harapan kita akan menjalani hidup dengan penuh keikhlasan.Karena suatu harapan sangat berpengaruh terhadap hidup seseorang. Tetapi jika harapan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan maka seseorang akan mengalami sebuah kesedihan atau kekecewaan yang sering di sebut dengan galau.
        Harapan pada umumnya tidak tampak tetapi diyakini bahkan terkadang di batin dan dijadikan sugesti agar terwujud.
Kejarlah terus harapan kita dan teruslah berusaha dan berdoa agar harapan itu dapat tercapai.

Pelanggaran Etika Bisnis yang terjadi pada era globalisasi (Tugas 3)

Pelanggaran Etika Bisnis yang Terjadi Pada Era Globalisasi

Etika bisnis adalah perwujudan dari nilai-nilai moral. Hal ini disadari oleh sebagian besar pelaku usaha, karena mereka akan berhasil dalam usaha bisnisnya jika mengindahkan prinsip-prinsip etika bisnis. Jadi penegakan etika bisnis penting artinya dalam menegakkan iklim persaingan usaha sehat yang kondusif.

Di Indonesia, penegakan etika bisnis dalam persaingan bisnis semakin berat. Kondisi ini semakin sulit dan kompleks, karena banyaknya pelanggaran terhadap etika bisnis oleh para pelaku bisnis itu sendiri, sedangkan pelanggaran etika bisnis tersebut tidak dapat diselesaikan melalui hukum karena sifatnya yang tidak terikat menurut hukum.

Persaingan usaha yang sehat akan menjamin keseimbangan antara hak produsen dan konsumen. Indicator dari persaingan yang sehat adalah tersedianya banyak produsen, harga pasar yang terbentuk antara permintaan dan penawaran pasar, dan peluang yang sama rari setiap usaha dalam bidang industry dan perdagangan. Adanya persaingan yang sehat akan menguntungkan semua pihak termasuk konsumen dan pengusaha kecil, dan produsan sendiri, karena akan menghindari terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa usaha tertentu.

Bisnis merupakan sebuah kegiatan yang telah mengglobal. Setiap sisi kehidupan diwarnai oleh bisnis. Dalam lingkup yang besar, Negara pastinya terlibat dalam proses bisnis yang terjadi. Tiap-tiap Negara memiliki sebuah karakteristik sumber daya sendiri sehingga tidak mungkin semua Negara merasa tercukupi oleh semua sumber daya yang mereka miliki. Mulai dari ekspedisi Negara Eropa mencari rempah-rempah di Asia sampai perdagangan minyak Internasional merupakan bukti bahwa dari dulu sampai sekarang sebuah Negara tidak dapat bertahan hidup tanpa keberadaan bisnis dengan Negara lainnya. Dewasa ini, pengaruh globalisasi juga menjadi faktor pendorong terciptanya perdagangan internasional yang lebih luas. Kemajemukan ekonomi dan sistem perdagangan berkembang menjadi sebuah kesatuan sistem yang saling membutuhkan. Ekspor-Impor multinasional menjadi sesuatu yang biasa. Komoditi nasional dapat diekspor menjadi pendapatan Negara, serta produk-produk asing dapat diimpor demi memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.

Etika Bisnis dalam Persaingan

Dalam bisnis akan terjadi persaingan yang sangat ketat kadang-kadang menyebabkan pelaku bisnis menghalalkan segala cara untuk memenangkannya, sehingga yang sering terjadi persaingan yang tidak sehat dalam bisnis. Persaingan yang tidak sehat ini dapat merugikan orang banyak selain juga dalam jangka panjang dapat merugikan pelaku bisnis itu sendiri.

Aspek hukum dan aspek etika bisnis sangat menentukan terwujudnya persaingan yang sehat. Munculnya persaingan yang tidak sehat menunjukkan bahwa peranan hukum dan etika bisnis dalam persaingan bisnis ekonomi belum berjalan sebagaimana semestinya.

Dari segi etika bisnis, hal ini penting karena merupakan perwujudan dari nilai-nilai moral. Pelaku bisnis sebagian menyadari bahwa bila ingin berhasil dalam kegiatan bisnis, ia harus mengindahkan prinsip-prinsip etika. Penegakan etika bisnis makin penting artinya dalam upaya menegakkan iklim persaingan sehat yang kondusif. Sekarang ini banyak praktek pesaing bisnis yang sudah jauh dari nilai-nilai etis, sehingga bertentangan dengan standar moral. Para pelaku bisnis sudah berani menguasai pasar komoditi tertentu dengan tidak lagi mengindahkan sopan-santun berbisnis. Keadaan ini semakin krusial sebagai akibat dari sikap Pemerintah yang memberi peluang kepada beberapa perusahaan untuk menguasai sektor industri dari hulu ke hilir.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
1. Kebutuhan Individu
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4. Lingkungan Yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas

Sanksi Pelanggaran Etika :
1. Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’
2. Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.

Pelanggaran etika bisnis di era globalisasi ini merupakan hal yang wajar dan biasa saja. Besarnya  perusahaan dan pangsa pasar, tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran etika berbisnis sekalipun telah diawsai dengan ketatnya per-aturan. Banyak pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh para pembisnis yang tidak bertanggung jawab. Hal ini membuktikan terjadinya persaingan bisnis yang tidak sehat dengan tujuan untuk menguasai pangsa pasar dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemajuan perusahaan tanpa memperdulikan etika berbisnis. Menghalalkan segala cara adalah salah satu cara untuk menguasai pangsa pasar dan mencari keuntungan yang besar.  Dengan demikian, untuk mewujudkan bisnis yang menguntungkan dan sehat,  maka etika dan norma bisnis harus dijalankan tanpa harus menghalalkan segla cara bahkan mengorbanak lawan bisnis.
Pelanggaran etika atau diabaikannya prilaku etis dijumpai diberbagai bidang pada profesi, antara lain terlihat dalam profesi sebagi berikut:
Pada profesi akuntan misalnya membantu sebuah perusahaan dalam keringanan pajak, seperti mengecilkan jumlah penghasilan dan memperbesar pos biaya. Contoh lainPelanggaran etika bisnis terhadap hukum adalah sebuah perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. 
Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas misalnya sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotis dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.

Penyebaran Inovasi

PENYEBARAN INOVASI
Elemen Dasar dalam Proses Penyebaran
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
1.   Inovasi 
Pemahaman terhadap produk baru merupakan hal yang sangat penting. Namun, tidak ada definisi istilah inovasi atau produk baru yang dapat diterima secara universal. Definisi yang paling lazim diterima ialah bahwa inovasi yaitu ide atau produk apa pun yang dirasakan oleh calon konsumen sebagai sesuatu yang baru.
2.  Komunikasi 
Komunikasi adalah proses yang digunakan konsumen dan organisasi pemasaran untuk saling membagi informasi guna mencapai pengertian bersama. Komunikasi penting sekali bagi penerimaan yang menyebar luas akan produk baru. Suatu produk baru akan segera menyebar luas ke masyarakat (konsumen) jika perusahaan memanfaatkan saluran komunikasi yang banyak dan jangkauannya luas
3.   Waktu 
Waktu merupakan tulang punggung proses penyebaran. Lamanya waktu yang diperlukan bagi produk baru relatif bervariasi, mulai dari dikenalkan sampai produk tersebut dibeli dan digunakan secara luas oleh masyarakat. Seringkali perusahaan gagal sewaktu memperkenalkan produk baru karena mereka meremehkan waktu yang diperlukan oleh produk baru untuk menyebar ke seluruh pasar.
4.   Sistem Sosial 
Sistem sosial yang merupakan lingkungan fisik, sosial dan budaya yang ada di suatu masyarakat mempunyai peran penting terhadap penyebaran inovasi. Pada umumnya sistem sosial masyarakat modern lebih mudah menerima inovasi dibandingkan masyarakat yang berorientasi pada sistem sosial tradisional.

Pengaplikasian Definisi dari Inovasi
Semakin berkembangnya zaman, akan memunculkan adanya perubahan dalam skala kecil dan besar. Seperti halnya dengan kemajuan teknologi yang disebabkan karena adanya perubahan dalam skala besar. Perubahan ini timbul karena adanya inovasi yang diciptakan seseorang.

Pentingnya Arti Sebuah Proses Penyebaran
Sebelum terjadinya proses difusi, terdapat tahap-tahap peristiwa yang mendasari terciptanya suatu proses difusi inovasi. Tahap-tahap tersebut diantaranya :
1.      Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa. 
2.      Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor.
3. Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. 

Keadilan dalam Bisnis (Tugas 2)

KEADILAN DALAM BISNIS



ABSTRAK

RIZKI TAMALA
NPM: 192 10 163
4EA17

KEADILAN DALAM BISNIS
Penulisan. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2013
Kata Kunci : Keadilan, Bisnis, Penulisan

Penulisan yang berjudul “ Keadilan Dalam Bisnis“ ini membahas tentang teori keadilan diterapkan dalam bisnis yang dilakukan oleh seorang pebisnis atau sebuah perusahaan terhadap pelanggannya. Penulisan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya perusahaan yang tidak bersikap adil terhadap pelanggannya. Persaingan usaha yang semakin ketat acap kali membuat perusahaan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan tidak mengindahkan hak-hak pelanggan. Metode penulisan ini dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang terdapat di internet. Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab perusahaan juga berkaitan dengan keadilan yang diterima oleh pelanggan. Namun masih ada beberapa perusahaan yang tidak menjalankan keadilan dalam kegiatan bisnisnya seperti yang dilakukan oleh beberapa perusahaan operator seluler terhadap pelanggannya sehingga sangat merugikan pelanggan tersebut. Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu seorang pebisnis harus memiliki tanggung jawab yang besar khususnya kepada pelanggan sehingga terciptanya hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan. Dan pemerintah harus membentuk badan pengawas untuk mengawasi dan memberikan hukuman kepada perusahaan yang tidak menerapkan keadilan dalam kegiatan bisnisnya karena hal tersebut sudah melanggar etika dalam bisnis.


PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak dan tidak boleh mengorbankan hak-hak dan kepentingan orang lain. Contohnya seperti tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan langsung dengan penciptaan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan merata. Tidak hanya dalam pengertian bahwa terwujudnya keadilan akan menciptakan stabilitas sosial yang akan menunjang kegiatan bisnis melainkan juga dalam pengertian bahwa sejauh prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang lebih baik dan etis.
Tanggung jawab perusahaan juga berkaitan dengan keadilan yang diterima oleh pelanggan. Persaingan usaha yang semakin ketat acap kali membuat perusahaan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan tidak mengindahkan hak-hak pelanggan. Dan pada akhirnya pelanggan lah yang dirugikan akibat perbuatan pebisnis yang hanya memikirkan profit semata.
Ketidaksetaraan kepentingan  terlihat antara pelaku bisnis untuk mendapatkan  laba dengan kepentingan pelanggan untuk mendapatkan kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tersebut pelanggan biasanya berada pada posisi tawar menawar yang lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku bisnis yang secara sosial ekonomi memiliki posisi kuat. Hak-hak produsen lebih menonjol dibandingkan dengan hak-hak pelanggan, karena syarat-syarat atau klausul-klausul dalam perjanjian tersebut, pelanggan hanya memiliki kewajiban saja. Sehingga demikian, hak dan kewajiban antara produsen dan pelanggan tidak seimbang atau tidak setara. Praktek semacam  ini  banyak terdapat  dalam  perusahaan-perusahan yang belum sepenuhnya menciptakan keseimbangan antara kepentingan perusahaan (pendapatan) dan pelanggan berupa  peningkatan pelayanan dan perlindungan hukum yang sesuai dengan harapan pelanggan.


1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini adalah :
Apakah teori keadilan diterapkan dalam bisnis yang dilakukan oleh seorang pebisnis atau sebuah perusahaan terhadap pelanggannya?

1.3  Batasan masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah hanya mengenai hubungan antara teori keadilan yang dilakukan  perusahaan terhadap pelanggannya.

1.4  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui apakah teori keadilan yang berhubungan dengan pelanggan serta untuk mengetahui hubungan antara teori keadilan yang dilakukan perusahaan terhadap pelanggannya.

1.5  Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagi Penulis :
Dapat membantu penulis memperdalam materi yang diajarkan selama perkuliahan.
2.      Bagi Pembaca :
Penulisan ini dapat dijadikan referensi atau acuan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian sejenis.

1.6  Metode Pengumpulan Data
-          Studi Pustaka
Dilakukan dengan mencari data-data yang diperlukan dengan metode searching menggunakan internet, yaitu dengan membaca referensi – referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas oleh penulis.

  
LANDASAN TEORI


2.1  Pengertian Keadilan dan Jenis Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Keadilan merupakan suatu hasil pengambilan keputusan yang mengandung kebenran, tidak memihak dapat dipertanggungjawabkan serta memperlakukan setiap orang pada kedudukan yang sama didepan hukum.
Ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan tertuju pada orang lain:
Pertama keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan sealau di tandai oleh other-other directedness (J. Finnis). Masalah keadilan atau ketidak adilan hanya timbul dalam konteks antar manusia untuk itu perlu diperlakukan sekurang-kurangnya dua orang manusia bila pada suatu saat hanyya tinggal satu manusia di bumi ini, masalah keadilan atau ketidak adilan tidak berperan lagi. Kedua keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan, jadi keadilan tidak diharapkan saja atau dianjurkan saja sehingga kita mempunya kewajiban dan cirri khas yang khusus disebabkan karena keadilan selalu berkaitan dengan hak orang lain. Kita akan memberikan sesuatu karena alas an keadilan. Kita harus selalu atau wajib memberikan sesuatu karena alas an lain, kita tidak akan wajib dan akan memberikannya. Ketiga keadilan menurut persamaan atau equality, atas dasar keadilan kita harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali. Orang baru pantas disebut orang yang adil, bila ia berlaku adil terhadap semua orang.
Beberapa jenis keadilan yang kita ketahui, diantaranya :
1.      Keadilan Komutatif (iustitia commutativa) yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya berdasarkan hak seseorang (diutamakan obyek tertentu yang merupakan hak seseorang).
Contoh:
·         Adil kalau si A harus membayar sejumlah uang kepada si B sejumlah yang mereka sepakati, sebab si B telah menerima barang yang ia pesan dari si A.
·          Setiap orang memiliki hidup. Hidup adalah hak milik setiap orang, maka menghilangkan hidup orang lain adalah perbuatan melanggar hak dan tidak adil.

2.      Keadilan Distributif (iustitia distributiva) yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya berdasarkan asas proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa atau kebutuhan.
Contoh:
·         Adil kalau si A mendapatkan promosi untuk menduduki jabatan tertentu sesuai dengan kinerjanya selama ini.

3.      Keadilan Legal(iustitia Legalis) yaitu keadilan berdasarkan Undang-Undang (obyeknya tata masyarakat) yang dilindungi UU untuk kebaikan bersama.
Contoh:
·         Adil kalau semua pengendara mentaati rambu-rambu lalulintas
·         Adil bila polisi lalulintas menertibkan semua pengguna jalan sesuai UU yang berlaku.

4.      Keadilan Vindikatif(iustitia vindicativa) adalah keadilan yang memberikan kepada
masing-masing orang hukuman atau denda sesuai dengan pelanggaran atau kejahatannya.
Contoh:
·         Adil kalau si A dihukum di Nusa Kambangan karena kejahatan korupsinya sangat besar.
·         Tidak adil kalau koruptor hukumannya ringan sementara pencuri sebuah semangka dihukum berat.

5.      Keadilan Kreatif (iustitia creativa) adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang bagiannya berupa kebebasan untuk mencipta sesuai dengan kreatifitas yang dimilikinya di berbagai bidang kehidupan.
Contoh:
·         Adil kalau seorang penyair diberikan kebebasan untuk menulis, bersyair sesuai dengan kreatifitasnya.
·         Tidak adil kalau seorang penyair ditangkap aparat hanya karena syairnya berisi kritikkan terhadap pemerintah.

6.      Keadilan Protektif(iustitia protective) adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi-pribadi dari tindakan yang sewenang-wenang pihak lain.

7.      Keadilan Sosial menurut Franz Magnis Suseno , keadilan social adalah keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari struktur proses ekonomi, politik, social, budaya dan ideologis dalam masyarakat. Maka struktur social adalah hal pokok dalam mewujudkan keadilan social. Keadilan social tidak hanya menyangkut upaya penegakkan keadilan-keadilan tersebut melainkan masalah kepatutan dan pemenuhan kebutuhan hidup yang wajar bagi masyarakat.

2.2    Teori Keadilan Menurut Para Ahli
2.2.1. Teori Keadilan Adam Smith
Alasan Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan adalah:
·         Menurut Adam Smith yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak yang lain.
·         Keadilan legal sesungguhnya sudah terkandung dalam keadilan komutatif, karena keadilan legal sesungguhnya hanya konsekuensi lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif yaitu bahwa demi menegakkan keadilan komutatif negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak secara sama tanpa terkecuali.
·         Adam Smith menolak keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan. Alasannya antara lain karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut hak semua orang tidak boleh dirugikan haknya atau secara positif setiap orang harus diperlakukan sesuai dengan haknya.
Ada 3 prinsip pokok keadilan komutatif menurut Adam Smith, yaitu:
a. Prinsip No Harm
Menurut Adam Smith prinsip paling pokok dari keadilan adalah prinsip no harm atau prinsip tidak merugikan orang lain. Dasar dari prinsip ini adalah penghargaan atas harkat dan martabat manusia beserta hak-haknya yang melekat padanya, termasuk hak atas hidup.
b. Prinsip non intervention
Prinsip non intervention adalah prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang tidak diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.
c. Prinsip pertukaran yang adil
Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Ini sesungguhnya merupakan penerapan lebih lanjut prinsip no harm secara khusus dalam pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihak lain dalam pasar.

2.2.2. Teori Keadilan Distributif John Rawls
John Rawls dikenal sebagai salah seorang filsuf yang secara keras mengkritik sistem ekonomi pasar bebas, kususnya teori keadilan pasar sebagaimana yang dianut Adam Smith. Ia sendiri pada tempat pertma menerima dan mengakui keunggulan sistem ekonomi pasar. Pertama-tama karena pasar memberi kebebasan dan peluang yang sama bagi semua pihak pelaku ekonomi. Kebebasan adalah nilai dan salah satu hak asasi paling penting yang dimiliki oleh manusia, dan ini dijamin oleh sistem ekonomi pasar.
·         Prinsip Keadilan Distributif Rawls
Karena kebebasan merupakan salah satu hak asasi paling penting dari manusia Rawls sendiri menetapkan kebebasan sebagai prinsip pertama dari keadilannya berupa, "Prinsip Kebebasan yang Sama". Prinsip ini berbunyi "Setiap orang harus mempunyai hak dan sama atas sistem kebebasan dasar yang sama yang paling luas sesuai dengan sistem kebebasan serupa bagi semua". Ini berarti pada tempat pertama keadilan dituntut agar semua orang diakui, dihargai, dan dijamin haknya atas kebebasan secara sama.
·         Kritik atas Teori Rawls
Teori Rawls kendati sangat menarik dan dalam banyak hal efektif memecahkan persoalan ketimpang dan kemiskinan ekonomi mendapat kritik tajam dari segala arah khususnya menyangkut prinsip kedua, Prinsip perbedaan. Kritik yang paling pokok adalah bahwa teori Rawls khususnya prinsip perbedaan malah menimbulkan ketidak adilan baru :
- Prinsip tersebut membenarkan ketidak adilan karena dengan prinsip tersebut pemerintah dibenarkan untuk melanggar dan merampas hak pihak tertentu untuk diberikan kepada pihak lain
- Yang lebih tidak adil lagi adalah bahwa kekayaan kelompok tertentu yang diambil pemerintah tadi juga diberikan kepada kelompok yang menjadi tidak beruntung atau miskin karena kesalahanya sendiri.

2.2.3. Teori keadilan Aristoteles
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numeric dan kesamaan proporsional. Kesamaan numeric mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Aristoteles membedakan keadilan menjadi 2 jenis, yaitu keadilan distributive dan keadilan korektif. Keadilan distributive menurut Aristoteles berfokus pada distribusi honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa disapatkan  dalam masyarakat. Sedangkan keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar  atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan.

METODE PENULISAN

Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari internet yang berkaitan dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

PEMBAHASAN
Masih banyak permasalahan yang  dihadapi pelanggan. Pengusaha dan pemerintah sering mengabaikan hak-hak pelanggan, baik dalam pelayanan pada masyarakat(public service) maupun dalam penjualan produk. Bahkan beberapa perusahaan di Indonesia dalam mendapatkan keuntungan, kebanyakan mereka mau  mengorbankan kepentingan jangka panjang demi kepentingan jangka pendek. Sebagai contoh mereka lebih memusatkan perhatian dalam mengukur keberhasilan kinerja mereka dari perspektif keuangan, seperti pencapaian ROI, laba, dan rasio-rasio keuangan lainnya, sehingga kurang memperhatikan perspektif non keuangan seperti halnya menyangkut kualitas produk, atau jasa pelayanan  serta  perlindungan hukum umumnya belum memenuhi harapan pelanggan.
Ketidaksetaraan kepentingan  terlihat antara pelaku bisnis untuk mendapatkan  laba dengan kepentingan pelanggan untuk mendapatkan kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tersebut. Pelanggan biasanya berada pada posisi tawar menawar yang lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku bisnis yang secara sosial ekonomi memiliki posisi kuat, khususnya dalam hal pelaku bisnis atau produsen menggunakan perjanjian baku. Hak-hak produsen lebih menonjol dibandingkan dengan hak-hak pelanggan, karena syarat-syarat atau klausul-klausul dalam perjanjian tersebut, pelanggan hanya memiliki kewajiban saja. Sehingga demikian, hak dan kewajiban antara produsen dan pelanggan tidak seimbang atau tidak setara dan menimbulkan ketidak adilan dalam bisnis.
Ketidak adilan yang dialami pelanggan terjadi contohnya pada kasus penetapan harga (price fixing) sms yang dilakukan 6 operator seluler di Indonesia. Penetapan harga yang dilakukan oleh PT. Excelcomindo Pratama Tbk, PT. Telekomunikasi Seluler Tbk, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT. Bakrie Tbk, PT. Mobile-8 Telecom Tbk, PT. Smart Telecom Tbk, telah merugikan masyarakat sebagai pelanggan dengan jumlah kerugian mencapai Rp. 2.827.700.000.000. Dalam kasus tersebut terungkap bahwa ternyata ada kesepekatan tertulis yang ditandatangani oleh beberapa operator seluler mengenai penetapan tarif sms. 
Berdasarkan kasus tersebut terbukti beberapa perusahaan seluler tidak menerapkan prinsip keadilan menurut Adam Smith dalam menjalankan bisnisnya, prinsip keadilan tersebut antarala lain:
a. Prinsip No Harm
Menurut Adam Smith prinsip paling pokok dari keadilan adalah prinsip no harm atau prinsip tidak merugikan orang lain. Sudah sangat jelas dalam kasus ini perusahaan seluler telah merugikan pelanggan sebesar Rp. 2.827.700.000.000.
b. Prinsip non intervention
Prinsip non intervention adalah prinsip tidak ikut campur tangan. Campur tangan dan perjanjian yang dilakukan beberapa operator seluler sangat merugikan pelanggan.
c. Prinsip pertukaran yang adil
Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Ini sesungguhnya merupakan penerapan lebih lanjut prinsip no harm secara khusus dalam pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihak lain dalam pasar. Dalam kasus ini pelanggan sangat tidak diperlakukan secara adil demi keuntungan yang didapat oleh perusahaan seluler tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan
Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab perusahaan juga berkaitan dengan keadilan yang diterima oleh pelanggan. Namun masih ada beberapa perusahaan yang tidak menjalankan keadilan dalam kegiatan bisnisnya seperti yang dilakukan oleh beberapa perusahaan operator seluler terhadap pelanggannya sehingga sangat merugikan pelanggan tersebut.
5.2. Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu seorang pebisnis harus memiliki tanggung jawab yang besar khususnya kepada pelanggan sehingga terciptanya hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan. Dan pemerintah harus membentuk badan pengawas untuk mengawasi dan memberikan hukuman kepada perusahaan yang tidak menerapkan keadilan dalam kegiatan bisnisnya karena hal tersebut sudah melanggar etika dalam bisnis.


DAFTAR PUSTAKA



Moralitas Koruptor (Tugas4)

ABSTRAK

RIZKI TAMALA
NPM: 192 10 163
4ea17

MORALITAS KORUPTOR
Penulisan. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2013
Kata Kunci : MoralitasKoruptor, Penulisan

Penulisan yang berjudul “Moralitas Koruptor “ ini membahas tentang membahasmengapa korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis,dan siapa yang harus bertanggungjawab. Makalah ini dilatarbelakangi oleh maraknya tindakan korupsi terutama dalam bidang bisnis. Metode penulisan ini dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang terdapat di internet. Berdasarkan pencarian penulis di internet ternyata ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan korupsi dan dampak yang diakibatkan korupsi dalam dunia bisnis. Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa dampak korupsi dalam bidang bisnis diantaranya akan membebankan perusahaan  seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan. Dalam penulisan ini saran yang diberikan yaitu perlu adanya peningkatan moral dari tiap individu sehingga tidak hanya mementingkan kepentingan masing-masing namun juga mempertimbangkan kepentingan perusahaan dengan segala aspeknya. Peningkatan moral bisa dilakukan sejak dini dengan pendidikan anti korupsi sejak kecil dan mencoba untuk tidak melakukan korupsi dalam hal-hal kecil.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media seolah-olah merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya korupsi yang telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah hingga kaum elite. Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Atas dasar tersebut penulis akan membahas mengenai korupsi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan moralitas koruptor.

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini adalah :
1.      Mengapa korupsi bisa terjadi ?
2.      Bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
3.      Siapa yang harus bertanggungjawab ?

1.3  Batasan masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah hanya terbatas membahas mengapa korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnisdansiapa yang harus bertanggungjawab.

1.4  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui membahas mengapa korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnisdan siapa yang harus bertanggungjawab.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai permintaan setengah memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.
Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan dalam bidang apapun baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.

2.1.1 Jenis – Jenis Korupsi

Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992 : 192-193), mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :
1. Korupsi transaktif (transactive corruption)
Jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)
Pemerasan adalah korupsi di mana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau sesuatu yang berharga baginya.
3. Korupsi defensif (defensive corruption)
Orang yang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya, urusan akan terhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi korupsinya dalam rangka mempertahankan diri).
4. Korupsi investif (investive corruption)
Pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.
5. Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption)
Jenis korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara atau teman dekat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)
Bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption)
Korupsi yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.
2.2 Pengertian Moralitas
Moralitas (dari "cara, karakter, perilaku yang tepat" moralitas Latin) adalah rasa melakukan perilaku yang membedakan niat, keputusan, dan tindakan antara mereka yang baik (atau kanan) dan buruk (atau salah). Kode moral merupakan sistem moralitas (misalnya, sesuai dengan filsafat tertentu, agama, budaya, dll) dan moral adalah setiap praktek satu atau mengajar dalam kode moral. Imoralitas adalah oposisi aktif untuk moralitas, sementara amoralitas yang beragam didefinisikan sebagai ketidaksadaran, ketidakpedulian terhadap, atau tidak percaya dalam setiap set standar moral atau prinsip. Menurut Oxford Dictionary Inggris, moral kata pertama kali digunakan oleh Paus Gregorius Agung dalam Moralitas karyanya dalam Kitab Ayub . Etika, di sisi lain, tradisional dibagi ke sekolah-sekolah Aristoteles, Kant dan utilitarian. Etika kata tidak pertama kali digunakan sampai sekitar tahun 1400-an. Dengan demikian, kita dapat mengkategorikan moral sebagai kode perilaku yang berasal dari beberapa sumber wahyu ilahi, sedangkan etika berasal dari hukum manusia atau sosial atau kustom.
Moralitas memiliki dua makna utama:
-          Dalam "deskriptif" arti, moralitas mengacu pada nilai-nilai pribadi atau budaya, kode etik atau adat-istiadat sosial yang membedakan antara benar dan salah dalam masyarakat manusia. Menggambarkan moralitas dalam cara ini tidak membuat klaim tentang apa yang secara objektif benar atau salah, tetapi hanya mengacu pada apa yang dianggap benar atau salah oleh seorang individu atau sekelompok orang (seperti agama). Rasa istilah ini ditangani oleh etika deskriptif
-          Dalam arti yang "normatif", moralitas merujuk langsung ke apa yang benar dan salah, terlepas dari apa yang individu-individu tertentu berpikir. Hal ini dapat didefinisikan sebagai perilaku orang yang ideal "moral" dalam situasi tertentu. Ini penggunaan istilah itu dicirikan oleh "definitif" pernyataan seperti "Orang itu adalah bertanggung jawab secara moral" daripada pernyataan deskriptif seperti "Banyak orang percaya orang yang bertanggung jawab secara moral." Ide-ide dieksplorasi dalam etika normatif. Rasa normatif moralitas sering ditantang oleh nihilisme moral (yang menolak keberadaan dari setiap kebenaran moral)dan didukung oleh realisme moral (yang mendukung keberadaan kebenaran moral).
Etika (juga dikenal sebagai filsafat moral) adalah cabang filsafat yang membahas pertanyaan tentang moralitas. 'Etika' adalah "umum digunakan bergantian dengan 'moralitas' berarti subjek penelitian ini, dan kadang-kadang digunakan lebih sempit berarti prinsip-prinsip moral, kelompok individu tradisi tertentu, atau." Demikian juga , jenis tertentu dari teori-teori etika, etika terutama deontologis, terkadang membedakan antara 'etika' dan 'moral': "Meskipun moralitas orang dan etika mereka jumlah untuk hal yang sama, ada penggunaan yang membatasi moralitas untuk sistem seperti yang dari Kant, didasarkan pada gagasan seperti tugas, kewajiban, dan prinsip-prinsip perilaku, sisakan etika untuk pendekatan yang lebih Aristotelian untuk penalaran praktis, didasarkan pada gagasan suatu kebajikan, dan umumnya menghindari pemisahan "moral" pertimbangan dari pertimbangan praktis lainnya.

BAB III
METODE PENULISAN

Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari internet yang berkaitan dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penyebab Terjadinya Korupsi
Korupsi dapat terjadi karena beberapa factor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya, antara lain:
1.         Klasik 
a.       Ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkin mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan pemimpin ini juga termasuk ke leader shipan, artinya, seorang pemimpin yang tidak memiliki karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut,ewuh poakewuhdi kalangan staf untuk melakukan penyimpangan.
b.      Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan system pendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.
c.       Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripadaberusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai bawahan.Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderung berlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
d.      Rendahnya pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencsri peluang dengan menggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yangbesar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya  koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai,kemampuan, dan skill.
e.       Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f.       Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke Pulau Nusa kambangan. Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.
g.      Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
2.      Moderna
a.       Rendahnya Sumber Daya Manusia.Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut:
-          Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang menguasai permasalahan yang berkaitan    dengan sains dan knowledge.
-          Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh umat manusia.komitmen mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkan semua pihak.   
-          Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
-          Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorang mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun memiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam mencapai tujuann
b.      Struktur Ekonomi Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara bertahap.Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalu memporak-perandakan produk lama yang bagus
4.2.       Dampak Korupsi Dalam Kegiatan Bisnis
Dengan adanya praktek korupsi yang sedang marak terjadi di Indonesia, seperti proses perizinan usaha sebuah perusahaan yang berbelit-belit dan dengan biaya tinggi yang tidak pada semestinya dikarenakan ada oknum tertentu dengan sengaja mengambil sebagian biaya tersebut. Dengan adanya praktek pungutan yang tidak semestinya, maka hal tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan bisnis dalam suatu perusahaan karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh pihak-pihak/oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan perusahaan  seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena buruknya mental dan minimnya pemahaman serta kesadaran hukum pada para pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Dan adanya persepsi dari para pengusaha terjadinya sejumlah kasus korupsi termasuk suap, juga dipicu karena rumitnya urusan birokrasi yang tidak pro bisnis, sehingga mengakibatkan beban biaya ekonomi yang tinggi dan inefisiensi waktu.
4.3 Fenomena Sosial Korupsi dalam Praktik Bisnis
-         Aspek Sosial Politik
Berkaitan dengan koruhsi yang dilakukan sehubungan dengan kekuasaan yang dimilikinya melalui aktivitas ke­giatan dengan alasan untuk kepentingan politik, banyak elite politik yang duduk dalam dewan legislatif DPR terlibat korupsi dengan nuansa bisnis. Contohnya adalah kolusi proyek pembangunan, jasa transportasi fiktif, per­jalanan dinas fiktif, pengadaan barang fiktif, penyimpangan dana APBN, APBD, mark-up investasi, money politic untuk memperoleh jabatan pemilihan kades/lurah, pemilihan presiden, gubernur, bupati, wali­kota. Pemilihan kepala daerah bahkan sangat kental de­ngan nuansa korupsi, dengan money politic, pemberian barang, uang, dan fasilitas. Fenomena sosial politik dan kekuasaan identik dengan pernyataan sosiolog dan krimi­nolog Lord Acton yang menyebutkan "Power Tends to Corrupt, but Absolute Power Corrupts Absolutely". Artinya, kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula. Dalil tersebut bertumpu pada penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan. Realitas perilaku elite politik dewasa ini menunjukkan kebenaran pernyataan itu (Guna­wan, 1993: l5).

-         Aspek Sosial Ekonomi
Kenyataan yang tidak dapat dimungkiri dan seakan men­jadi rahasia umum adalah bahwu perilaku korupsi dalam praktik bisnis telah begitu menggejala. Peluang para pe­laku bisnis di Indonesia untuk melakukan korupsi begitu terbuka sehingga dapat memengaruhi kehidupan ekonomi makro, menengah ke bawah, sampai kehidupan ekonomi mikro. Korupsi yang paling banyak terjadi dalam praktik bisnis contohnya adalah pengadaan barang dan jasa, yang sekarang telah diatur dengan Kepres No. 80 Tahun 2003. Perilaku korupsi tersebut mencakup suap (bribery) dengan cara pemberian komisi, order fee, tip untuk pejabat. Bah­kan sering terjadi korupsi transaktif pada sektor ekonomi makro terutama dalam praktik korupsi pada investasi dan kasus proyek besar misalnya pertambangan, kehutanan, bantuan luar negeri, dan perpajakan, yang sangat poten­sial dengan manipulasi, kolusi yang merugikan pereko­nomian dan kekayaan negara, serta menyebabkan kecilnya APBN. Bahkan yang mengejutkan  jumlah korupsi Indonesia mencapai  Rp 444 triliun, melebihi APBN tahun 2003  Rp 370 triliun ( Surga Para Koruptor  Jakarta: Penerbit Buku Kompas hal 145).
-         Aspek Sosial Budaya
Disadari sementara orang dapat bersekolah atau kuliah karena kolusi, buku-buku pelajaran dijadikan ajang bisnis. Gaji para guru dan dosen rendah dan sering kali kena po­tongan. Ketakberdayaan dalam keterbatasan kesejahteraan ini mendorong para guru mencari peluang tambahan an­tara lain dengan korupsi. Selain itu, banyak guru tak jelas nasibnya, infrastruktur pembangunan pendidikan, ter­utama gedung sekolah, banyak yang rusak dan tidak me­menuhi standar teknis (spectic, bestec), sehingga sektor pendidikan menjadi mahal karena nuansa korupsi. Sektor keagamaan juga tak lepas dari praktik korupsi. Bidang keagamaan, khususnya bagian pelaksanaan administrasi, merupakan ladang subur munculnya berbagai pungutan dengan alasan keikhlasan dan amal sedekah untuk kepen­ringan pribadi atau orang lain. Tenru saja hal ini adalah tindakan amoral karena tergolong korupsi (Wintolo, 2004: 11).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang yang bukan haknya untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dalam bidang bisnis diantaranya akan membebankan perusahaan  seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan.

5.2 Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu perlu adanya peningkatan moral dari tiap individu sehingga tidak hanya mementingkan kepentingan masing-masing namun juga mempertimbangkan kepentingan perusahaan dengan segala aspeknya. Peningkatan moral bisa dilakukan sejak dini dengan pendidikan anti korupsi sejak kecil dan mencoba untuk tidak melakukan korupsi dalam hal-hal kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Arsip Blog